Langsung ke konten utama

Bagaimana : Jalan Cinta Ponorogo

Presedium Lintas Iman Dan Budaya yang di singkat dengan Presedium LIB, dalam Jagongan dan Tirakatan malam Jemuah Kliwon, sebagai sarana mereka bertemu, menggagas tentang Cinta terhadap Ponorogo. Jagongan dan Tirakatan Malem Jemuah Kliwon, mengusung sebuah tema,"Tadarus Negeri Cinta". 

Tema yang di gagas oleh para rohaniawan, seniman dan budayawan Ponorogo, adalah  upaya dari mereka untuk membentuk pola dan cara mengejawantahkan Cinta demi bakuh dan kokohnya Pembangunan di Ponorogo.
Kang Jenggo, yang merupakan Sekretaris, Presedium LIB, menegaskan bahwa mencintai Ponorogo, harus mengetahui dulu Ponorogo, dari masa lalu dan sekarang, hingga mampu memunculkan kreasi untuk Pembangunan kedepan. 
Kalimat itu juga ditegaskan oleh Gus Muis (Red-Abdul Muis) sebagai Presiden dari LIB, mengajak para hadirin untuk melihat Sejarah Ponorogo yang di awali dari adanya Kerajaan Wengker.  
"Karena Wengker adalah nama sebelum Ponorogo. Yang wilayahnya dari Lawu hingga Wilis, Gunung utaraaaaa (namanya apa.... mungkin sekitaran Nganjuk) hingga Pantai Selatan", ungkapnya.

Tokoh Seniman Reyog, Mbah Pur (Hari Purnomo), menyatakan, Mencintai Ponorogo juga membangun cinta terhadap Seni dan Budaya Ponorogo. Maka mencintai Reyog adalah keharusan bagi kita. 
Menurut Mbah Pur, Reog merupakan sebuah singkatan dari Rukun, Eling, Ono Gunane dari dunia hingga akhir kelak.
"Rukun dengan sesama umat, Eling adalah Ingat terhadap kita ini siapa. Maka  harus menjaga kebaikan karena tugas kita sebagai manusia, Ono Gunane, semua tadi akan berguna hingga nanti," terangnya.
Sementara Cinta, juga diharuskan membawa tanggung jawab dan kepedulian terhadap Ponorogo ini sepenuhnya, demikian yang ditekankan oleh DR. Murdianto, M.Si, dari GUSDURian.  
"Maka bila mencintai Ponorogo, juga memiliki rasa Tanggung Jawab, pada Ponorogo dan juga peduli akan Ponorogo", terang Dosen Insuri ini.

Gayung bersambut, ungkapan cinta ditangkap secara tasawuf oleh K. Sunartif Fadlan. Bahwa intinya, keinginan dari bersama dalam mencintai Ponorogo, akan membawa kemaslahatan bagi umat atau masyarakat di Ponorogo.

Sementara itu, pandangan dari Romo Pastur, S. Agus Wibowo, secara pasti pemimpin Ponorogo harus handarbeni cinta pada Ponorogo. Sebab, Rohaniawan Katholik ini, memandang jika tanpa Cinta dalam membangun Ponorogo akan tanpa mengetahui keadaan kebutuhan rakyat Ponorogo secara umum.
Dalam Jagongan dan Tirakatan Budaya Malam Jemuah Kliwon, 15 September 2022, dihadiri juga oleh Ibnu Multazam dari Unsur Politikus PKB.  Ibnu Multazam sangat terkesan adanya satu kegiatan yang dilaksanakan oleh Presedium LIB ini. 
"Saya berharap semoga kegiatan semacam ini, bisa berlanjut sebagai rasa handerbeni terhadap Ponorogo dan negara ini," tegasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Babad Maguwan

Maguwan adalah sebuah Desa yang ada di wilayah Kecamatan Sambit. Menurut Buku Sejarah Desa Desa di Ponorogo, dalam Tulisan tangan nama Desa Maguwan berasal dari kata Maguwo. Maguwo adalah salah satu dari yang cikal bakal Desa Maguwan. Konon saat wilayah tersebut masih hutan lebat, yang berani babad awal adalah 2 orang. Yakni Kyai Maguwo yang berasal dari Ngayogyakarto dan Kyai Wongso Sentiko dari Magelang. Kedua sahabat babad bersama di wilayah hutan tersebut, bersama dengan para sedulur yang nunggal keinginan untuk babad wilayah. Sebelum lokasi babadan bisa di tempati, keduanya kadang beristrihat di sebuah tempat tinggi atau bukit yang bernama Ngatas Angin. Saat itu, hutan yang di babadi mereka adalah hutan yang angker, penuh dihuni oleh mahkluk jin dan bekasakan. Sayang, sangat disayangkan ditengah babad hutan belum usai, Kyai Maguwo  jatuh sakit. Beberepa ramuan jamu telah diusahakan oleh para sedulur sedulurnya yang juga menjalani babad. Namun tak juga sembuh. Bah...